Selasa, 10 Mei 2016

Ti Gold 10 WP

Ti Gold 10 WP

Bahan aktif : Pyrazosulfuron-ethyl (PSE)
Bentuk : Tepung Berwarna Putih
Formulasi : WP (Wettable Powder) tepung yg dapat dilarutkan dalam air.

Cara Kerja : Herbisida Sistemik diserap akar, dan, atau daun gulma, kemudian ditranslokasikan ke meristem. Pembelahan sel gulma terhenti dan mati. Gulma mati 1-2 minggu setelah diaplikasi.

Dosis : 100-200 gr/ha (4-8 bungkus)

Waktu aplikasi : 0-5 hari setelah tanam, gulma belum tumbuh, air macak2 sampai tergenang. Pada saat aplikasi tutup saluran air 3-5 hari. 3-5 hari setelah aplikasi sawah bisa diairi hingga 3-5cm, semakin lama penggenangan semakin baik. Bahan aktif tersebar merata.

Cara aplikasi : Disemprotkan merata kepermukaan tanah atau dicampur pupuk lalu ditabur.

Gulma Sasaran : Daun Lebar, Teki

Sistem Jajar Legowo


akan mendapatkan sinar matahari yang lebih banyak. Itulah sebabnya sistem jajar legowo menjadi salah satu pilihan dalam proses meningkatkan produksi gabah.

Tipe sistem jajar Legowo
1. Jajar Legowo 2:1 – Setiap dua baris diselingi satu baris yang kosong dengan lebar dua kali jarak tanam, dan pada jarak tanam dalam baris yang memanjang di perpendek menjadi setengah jarak tanam dalam barisannya.
2. Jajar Legowo 3:1 – Setiap tiga baris tanaman padi di selingi dengan satu baris kosong dengan lebar dua kali jarak tanam, dan untuk Jarak tanam tanaman padi yang dipinggir menjadi setengah jarak tanam dalam barisannya
3. Jajar Legowo 4:1 – setiap empat baris tanaman padi diselingi dengan satu baris kosong dengan lebar dua kali jarak tanam, dan untuk Jarak tanam tanaman padi yang dipinggir menjadi setengah jarak tanam dalam barisannya

Berikut merupakan gambar dari Tanam Padi dengan Sistem Jajar Legowo

Tanam Padi dengan Sistem Jajar Legowo

Dilihat dari gambar Tanam Padi dengan Sistem Jajar Legowo maka dapat dilihat peningkatan popolasi dari tanaman padi yang ditanam, secara umum rumus peningkatan jumlah populasi tanaman padi dapat dilihat dengan rumus 100% X  1 : ( 1 + jumlah legowo)

Sebagai Contoh,
Jika Legowo 2:1 maka peningkatan populasinya yaitu 100%  X  1 : (1 + 2) = 33,3 %
Jika Legowo 3:1 maka peningkatan populasinya yaitu 100%  X  1 : (1 + 3) = 25 %
Jika Legowo 4:1 maka peningkatan populasinya yaitu 100%  X  1 : (1 + 4) = 20 %
Jika Legowo 5:1 maka peningkatan populasinya yaitu 100%  X  1 : (1 + 5) = 16,7 %

Ada kelemahan dalam system ini, tapi keuntungannya masih jauh lebih banyak.

SELAMAT BERAKTIFITAS

SEMOGA BERMANFAAT

Pengendalian Hama Dan Penyakit pada Tanaman Padi



RAGAM HAMA / PENYAKIT PADI DAN PENGENDALIANNYA

1. Hama Putih Palsu(Nymphula depunctalis)
Gejala: menyerang daun bibit, kerusakan berupa titik-titik yang memanjang sejajar tulang daun, ulat menggulung daun padi.
Pengendalian: pengaturan air yang baik, penggunaan bibit sehat, melepaskan musuh alami, menggugurkan tabung daun, Aplikasi Spray dengan BA Spinotoram, Indosacarb, Klorantaniliprol

2. Padi Thrips (Thrips oryzae)
Gejala: daun menggulung dan berwarna kuning sampai kemerahan, pertumbuhan bibit terhambat, pada tanaman dewasa gabah tidak berisi.


3. Wereng penyerang batang padi: wereng padi coklat (Nilaparvata lugens),
wereng padi berpunggung putih (Sogatella furcifera) dan Wereng penyerang daun padi: wereng padi hijau (Nephotettix apicalis dan N. impicticep).
Merusak dengan cara mengisap cairan batang padi dan dapat menularkan virus.
Gejala: tanaman padi menjadi kuning dan mengering, sekelompok tanaman seperti terbakar, tanaman yang tidak mengering menjadi kerdil.
Pengendalian:
a. Bertanam padi serempak, menggunakan varitas tahan wereng seperti IR 36, IR 48, IR- 64, Cimanuk, Progo dsb, membersihkan lingkungan, melepas musuh alami seperti laba-laba, kepinding dan kumbang lebah.
b. penyemprotan BA Triflumezopyrim, Klotianidin, Imidacloprid.

4. Walang Sangit (Leptocoriza acuta)
Menyerang buah padi yang masak susu.
Gejala: buah hampa atau berkualitas rendah seperti berkerut, berwarna coklat dan tidak enak; pada daun terdapat bercak bekas isapan dan bulir padi berbintik-bintik hitam.
Pengendalian:
a. Bertanam serempak, peningkatankebersihan, mengumpulkan dan memusnahkan telur, melepas musuh alami seperti jangkrik, laba-laba.
b, Penyemprotan

5. Kepik Hijau (Nezara viridula)
Menyerang batang dan buah padi.
Gejala: pada batang tanaman terdapat bekas tusukan, buah padi yang
diserang memiliki noda bekas isapan dan pertumbuhan tanaman terganggu.
Pengendalian: mengumpulkan dan memusnahkan telur-telurnya, penyemprotan

6. Penggerek batang padi terdiri atas: penggerek batang padi putih (Tryporhyza innotata), kuning (T. incertulas), bergaris (Chilo supressalis) dan merah jambu (Sesamia inferens).
Menyerang batang dan pelepah daun.
Gejala: pucuk tanaman layu, kering berwarna kemerahan dan mudah dicabut, daun mengering dan seluruh batang kering. Kerusakan pada tanaman muda disebut hama "sundep" dan pada tanaman bunting (pengisian biji) disebut "beluk".
Pengendalian:
a. Menggunakan varitas tahan, meningkatkan kebersihan lingkungan, menggenangi sawah selama 15 hari setelah panen agar kepompong mati, membakar jerami.
b. Menggunakan Spinetoram, klorantaniliprol

7. Hama Tikus (Rattus argentiventer)
Menyerang batang muda (1-2 bulan) dan buah.
Gejala: adanya tanaman padi yang roboh pada petak sawah dan pada serangan hebat ditengah petak tidak ada tanaman.
Pengendalian: pergiliran tanaman, tanam serempak, sanitasi, gropyokan, melepas musuh alami seperti ular dan burung hantu, penggunaan NAT (Natural Aromatic).

8. Burung
Menyerang menjelang panen, tangkai buah patah, biji berserakan. Pengendalian: mengusir dengan bunyi-bunyian atau orang-orangan.

9. Penyakit Bercak Daun Coklat
Penyebab: jamur Helmintosporium oryzae.
Gejala: menyerang pelepah, malai, buah yang baru tumbuh dan bibit yang baru berkecambah. Biji berbercak-bercak coklat tetapi tetap berisi, padi dewasa busuk kering, biji kecambah busuk dan kecambah mati.
Pengendalian: Merendam benih di air hangat, tanam padi tahan penyakit ini.

10. Penyakit Blast
Penyebab: jamur Pyricularia oryzae.
Gejala: menyerang daun, buku pada malai dan ujung tangkai malai. Daun, gelang buku, tangkai malai dan cabang di dekat pangkal malai membusuk.
Pemasakan makanan terhambat dan butiran padi menjadi hampa.
Pengendalian:
a. Membakar sisa jerami, menggenangi sawah, menanam varitas unggul Sentani, Cimandiri IR-48, IR-36, pemberian pupuk N di saat pertengahan fase vegetatif dan fase pembentukan bulir
B. Penyemprotan BA Trisiklazol, Azozistobin di awal tanam

11. Busuk Pelepah Daun
Penyebab: jamur Rhizoctonia sp.
Gejala: menyerang daun dan pelepah daun pada tanaman yang telah membentuk anakan. Menyebabkan jumlah dan mutu gabah menurun.
Pengendalian:
a. Menanam padi tahan penyakit
b. Penyemprotan BA Difekonazol, Tebukonazol, Heksakonazol

12. Penyakit Fusarium
Penyebab: jamur Fusarium moniliforme.
Gejala: menyerang malai dan biji muda menjadi kecoklatan, daun terkulai, akar membusuk. Pengendalian: merenggangkan jarak tanam, Penyemprotan BA Mancozeb

13. Penyakit Kresek/ Hawar Daun
Penyebab: bakteri Xanthomonas campestris pv oryzae)
Gejala: menyerang daun dan titik tumbuh. Terdapat garis-garis di antara tulang daun, garis melepuh dan berisi cairan kehitam-hitaman, daun mengering dan mati.
Pengendalian:
a. Menanam varitas tahan penyakit seperti IR 36, IR 46, Cisadane, Cipunegara, menghindari luka mekanis, sanitasi lingkungan;
b. Pengendalian diawal dengan Azozistobin

14. Penyakit Kerdil
Penyebab: virus ditularkan oleh wereng coklat Nilaparvata lugens.
Gejala: menyerang semua bagian tanaman, daun menjadi pendek, sempit, berwarna hijau kekuning-kuningan, batang pendek, buku-buku pendek, anakan banyak tetapi kecil. Pengendalian: sulit dilakukan, usaha pencegahan dengan memusnahkan tanaman yang terserang.
Pengendalian vector dengan Triflumezopyrim, Imidakloprid, Klotianidin

15. Penyakit Tungro
Penyebab: virus yang ditularkan oleh wereng hijau Nephotettix impicticeps.
Gejala: menyerang semua bagian tanaman, pertumbuhan tanaman kurang sempurna, daun kuning hingga kecoklatan, jumlah tunas berkurang, pembungaan tertunda, malai kecil dan tidak berisi. Pengendalian: menanam padi tahan wereng seperti Kelara, IR 52, IR 36, IR 48, IR 54, IR 46, IR 42 dan mengendalikan vektor virus dengan Karbusulfan

Blasgone 75 WP

PENGENDALIAN BLAST DENGAN BLASTGONE 75WP dari Keluarga FURADAN :

Penyakit potong leher atau blas (Pyricularia grisea), semula hanya menjadi masalah pada tanaman padi gogo, tetapi saat ini juga menjadi masalah pada padi sawah. Sudah diketahui pula varietas-varietas unggul baru (VUB) pun ternyata tidak luput dari serangannya. Jika penyakit blas menyerang menjelang panen, dapat menurunkan hasil sampai 70%.

Penyakit blas menginfeksi tanaman padi pada fase vegetatif dan generatif. Pada fase vegetatif, P. grisea  menginfeksi daun disebut blas daun (“leaf blast”). Gejalanya, berupa bercak-bercak berbentuk seperti belah ketupat dengan ujung runcing. Pusat bercak berwarna kelabu atau keputih-putihan dan biasanya mempunyai tepi coklat atau coklat kemerahan.

Serangan pada fase generatif, P. grisea  menginfeksi leher malai yang disebut blas leher (“neck blast”). Akibatnya, ujung tangkai malai menjadi busuk, mudah patah dan gabah hampa. Berdasarkan gejala ini, penyakit blas pada fase generatif lebih dikenal dengan nama potong leher atau busuk leher (“neck rot”) atau penyakit busuk pangkal malai. Penyakit blas pada fase generatif (potong leher) lebih merugikan daripada blas daun (fase vegetatif).

Perkembangan penyakit blas dipicu oleh penanaman varietas padi yang peka, jarak tanam rapat dan pemupukan N tinggi tanpa diimbangi dengan P dan K. Selain itu, penyakit blas tergolong seed born disease (penyakit terbawa biji/benih). Artinya, bila benih dari tanaman terserang patogen blas ditanam, maka tanaman padi yang tumbuh dari benih tersebut sudah membawa patogen blas. Memperhatikan fakta ini, direkomendasikan pengendalian penyakit blas sebagai berikut:

1. Tanam benih sehat. Benih sehat adalah benih yang tidak membawa patogen blas. Benih ini berasal dari tanaman yang tidak terserang patogen blas (tidak bergejala blas, baik daun maupun pangkal malai).

2. Tanam varietas tahan. Inpari 4, 11, 14 dan Inpari Sidenuk tahan/toleran terhadap penyakit potong leher. Penggunaan VUB ini menurunkan infeksi penyakit potong leher 46-94%, tergantung VUB yang digunakan.

3. Tanam cara jajar legowo. Dengan tanam jajar legowo, kelembaban di pertanaman padi tidak tinggi, dapat menghambat perkembangan penyakit blas.

4. Pemupukan NPK sesuai kandungan hara tanah. Dengan pemupukan NPK sesuai kandungan hara tanah, kebutuhan unsur hara tanaman padi dapat dipenuhi sehingga tanaman padi tumbuh optimal dan dapat mempertahankan diri dari gangguan penyakit blas.

5. Menyemprot tanaman padi dengan fungisida. Fungisida BLASTGONE 75WP Produk FMC efektif mengendalikan penyakit blas leher bila disemprotkan pada saat bunting dan berbunga.


Para petani padi perlu mewaspadai terutama dua hal. Pertama, masih tingginya curah hujan di musim kemarau tahun ini yang dapat memicu perkembangan penyakit blas. Kedua, ditengara berpindahnya serangan blas dari lahan padi gogo ke padi sawah karena 40% petani masih menggunakan benih hasil panen yang lalu, termasuk dari padi gogonya.

// Deli Serdang, Asahan dan Aceh //

Pyzero 100 EC

PYZERO AMAN UTK PADI Spesialis RUMPUT RUMPUTAN :

Bahan aktif : Metamifop
Karakteristik : Herbisida PURNA tumbuh, Sistemik, golongan rumput2an (Echinocloa, Leptocloa dan Ischaemum), Selektif dan aman terhadap padi.

Cara Kerja : Sistemik setelah kontak dengan daun gulma, masuk kejaringan phloem keseluruh bagian tanaman. Gulma berhenti tumbuh dan membusuk. Karena harus mengenai daun gulma kerataan penyemprotan sangat penting.

Tehnik Aplikasi : Pada saat popolasi gulma sudah muncul dari permukaan tanah. Pada saat pertumbuhan gulma aktif, daun gulma 2-5 helai, waktunya 10-20 HST.

Gejala Kematian Gulma : 2 - 3 hari setelah aplikasi gulma layu, tdk ada pembentukan daun dan akar cabang baru. Dibutuhkan waktu 7-10 hari. Dipengaruhi kelembapan dan temperatur.


Hal Hal Yg Harus Diperhatikan :
1. Kondisi lahan : lahan macak macak, lembab kalau diinjak keluar air. Air dikeluarkan dari sawah 12 - 24 jam sebelum aplikasi.

2. Kondisi Gulma : Sasaran golongan rumput (Echinocloa, Leptochloa, Ischaemun). Stadia gulma 2 - 5 daun, tanaman pindah 10-20 HST atau Tabela (7 - 15 HST) tergantung managemen pengairan.

3.  Penyemprotan ke gulma harus basah dan merata, nozel disetel kasar dan tdk berkabut, nosel kipas (flat fan). Jangan dicampur 2,4 D (antagonis)

4. 1 - 4 HSA lahan diairi utk mempercepat pembusukan gulma, biarkan terendam sampai 7 hari. Gejala awal muncul pada 5 HSA dan mati total 20 HSA.

Senin, 18 April 2016

Wajibkah Umat Islam Bermadzhab



Wajibkah Umat Islam bermadzhab??


Pada sa’at ini semakin banyak orang yang merasa mereka lebih hebat dibandingkan ulama ulama dahulu. Mereka mencoba menebarkan slogan untuk tidak bermadzhab, tetapi mengambil hukum dari al-Qur`an dan Sunnah secara langsung. Slogan (semboyan = perkataan) berhukum al-Qur’an dan hadits benar tetapi memiliki tujuan yang salah, dan akan menghasilkan kesalahan yang besar. Adapun diantara dalil-dalil yang diucapkan oleh mereka yang anti madzhab ialah:
1. Rasulullah tidak pernah memerintahkan kita untuk bermadzhab, bahkan memerintahkan kita mengikuti sunnahnya.
2. al-Qur`an dan Sunnah sudah cukup menjadi dalil dan hukum sehingga tidak di perlukan lagi Madzhab-madzhab.
3. Madzhab-madzhab itu bid`ah karena tidak ada pada zaman Rasul.
4. Seluruh ulama Madzhab seperti Imam Syafi`i melarang orang-orang mengikuti mereka dalam hukum.
5. Bermadzhab dengan madzhab tertentu berarti telah menolak sunnah Nabi Muhammad SAW.
6. Pada Zaman sekarang sudah semestinya kita berijtihad, karena dihadapan kita telah banyak kitab-kitab hadits, Fiqih, ulumul Hadits dan lain-lain, kesemuanya itu mudah didapati.
7. Para Ulama Madzhab adalah manusia biasa, bukan seorang nabi yang ma’shum dari kesalahan, semestinya kita berpegang kepada yang tidak ma’shum yaitu hadits-hadits Rasulullah.
8. Setiap hadits yang shahih wajib diamalkan, tidak boleh menyalahinya dengan mengikuti pendapat ulama madzhab.
Ini sebahagian hujjah-hujjah mereka, kita akan jawab satu persatu insyaAllah.
Masalah pertama
I. Rasulullah tidak pernah memerintahkan kita untuk bermadzhab. Dari maknanya, tidak ada perintah untuk bermazhhab secara khusus, akan tetapi, bermazhab diperintahkan secara umum.
Perintah umum tersebut terdapat didalam al-Qur`an dan Hadits Rasul , demikian juga disana tidak terdapat larangan untuk bermazhab dari Rasulullah. Dengan demikian tidak boleh kita buang dalil umum yang menyuruh untuk bermadzhab. Bahkan sebagian dalil dan hujjah-hujjah menjurus kepada kekhususan mengikuti ulama-ulama yang telah sampai derajat Ijtihad.

Berikut ini saya aka uraikan beberapa dalil tentang bermadzhab:
1. Allah Berfirman :
فاسألوا أهل الذكر إن كنتم لا تعلمون
Artinya : “Hendaklah bertanya kepada orang mengetahui jika kamu tidak mengetahui.”(Al-Anbiya: 7)

Penjelasan ayat : ayat ini memerintahkan orang-orang awam yang tidak mengetahui sesuatu, atau belum mencapai derajat mujtahid untuk bertanya kepada orang alim atau orang yang telah sampai derajat Mujtahid. Hal ini bermakna orang yang tidak sampai derajat mujtahid diharuskan mengikuti mazhab-madzhab yang di i’tiraf (diakui) oleh ulama-ulama Ahlus Sunnah Wal Jama`ah.
Siapa yang merasa tidak memiliki ilmu maka dia wajib bertaqlid kepada ulama, sebab Allah tidak mengatakan , jikalau kau tidak mengetahui maka hendaklah lihat didalam al Qur`an dan Hadits. Karena al-Qur`an dan al-Hadits memiliki pemahaman yang hanya ulama yang mujtahid saja yang memahaminya. Karena itulah Allah memerintahkan untuk bertanya kepada Ulama mujtahid akan arti dan pemahaman dari al-Qur`an dan al-Hadits.

2. Rasulullah SAW bersabda :
عن عبد الله بن عمرو بن العاصي قال ” سمعت رسول الله صلى الله عليه وسلم يقول : إن الله لا يقبض العلم انتزاعا
ينتزعه من العباد ولكن يقبض العلم بقبض العلماء حتى إذا لم يبق عالم اتخذ الناس رؤسا جهالا، فسئلوا فأفتوا بغير
علم فضلوا وأضلوا. ( رواه البخاري و مسلم والترمذي وابن ماجه ولا أحمد والدارمي ).
Artinya : “Sesungguhnya Allah tidak mengambil ilmu dengan menariknya dari hati hamba-hambaNya ( ulama ) akan tetapi mengambil ilmu dengan mencabut nyawa ulama, sehingga apabila tidak terdapat ulama, maka manusia akan menjadikan orang-orang bodoh ( menjadi pegangan mereka ), mereka bertanya hukum kepadanya, kemudian orang-orang bodoh itu berfatwa menjawab pertanyakkan mereka, jadilah mereka sesat dan menyesatkan pula.” ( H.R Bukhari, Muslim , Tirmidzi , Ibnu Majah. Ahmad, ad-Darimi).

Penjelasan hadits : Hadits ini menunjukkkan kepada kita semakin sedikitnya ulama pada masa sekarang. Siapa yang mengatakan semangkin banyak maka dia telah menyalahi hadits Nabi yang shahih dan kenyataan yang ada. Sebab Allah mencabut nyawa ulama, dan tidak ada pengganti yang dapat menandingi keilmuannnya. Siapa yang dapat menandingi keilmuan Imam Abu Hanifah, Imam Malik, Imam Syafi`I, Imam Ahmad pada zaman sekarang? Tidak ada yang mampu. Mereka telah wafat dan meninggalkan warisan yang sangat besar , yaitu ilmu dan madzhab-mazhab mereka.
Jadi orang -orang awam yang mengambil warisan ilmu-ilmu mereka seolah-olah seperti bertanya lansung kepada Imam yang empat. Dengan begitu, jauhlah mereka dari kesesatan dan menyesatkan orang. Tetapi orang bodoh yang tidak mau bermadzhab akan menanyakan permasalahannya kepada orang yang berlagak alim dan mujtahid tetapi bodoh, tolol dan sok tahu, maka dia berfatwa menurut hawa nafsunya dan perutnya dalam memahami hadits dan lainnya. Orang ini sangat membahayakan dan menyesatkan umat Islam. Mereka tidak menyadari kesesatan mereka dan berusaha untuk menyebarkan pemahaman mereka, inilah ciri-ciri kebodohannya.
Dari hadits ini kita perlu bertanya, mengapa Rasul mengatakan,”mereka bertanya kepada orang-orang bodoh”. Penyebab mereka mengambil ilmu kepada orang yang bodoh ialah karena orang alim sudah tiada lagi. Padahal kitab-kitab hadits semangkin banyak dicetak, kitab-kitab ilmu semangkin menyebar di kalangan masyarakat. Penulis melihat ada beberapa sebab:
a. Pentingnya ulama madzhab dalam menuntun pemahaman yang ada dari al-Qur`an dan al-Hadits, sehingga apabila ulama meninggal dunia, tiada lagi orang yang mampu mengajarkan pemahaman yang sebenarnya dari al-Qur`an dan al-Hadits.
b. Orang-orang yang sesat menolak untuk mengikuti madzhab-madzhab yang telah tertulis dan dibukukan, sehingga mereka lebih memilih orang yang berlagak lebih tahu dalam memahami al-Qur`an dan al-Hadits dibandingkan ulama-ulama terdahulu.
c. Orang yang paling bodoh ialah yang tidak mengetahui bahwa dia bodoh, sehingga dia berfatwa walaupun dalam keadaan bodoh, tidak ingin melihat kembali apa kata ulama-ulama madzhab di dalam kitab mereka.
d. Salah satu tanda hari kiamat adalah madzhab bodoh lebih berkembang dan menyesatkan orang yang bermadzhabkan empat madzhab.
e. Dari hadits diatas juga kita fahami bahwa pada zamansekarang sangat sulit kita dapati ulama yang kedudukannya sampai kepada ulama mujtahid. Apabila kita menyalahi hal ini, kemungkinan kita telah mengingkari hadits Rasul yang menceritakan tentang ilmu akan dicabut dari permukaan bumi ini dengan wafatnya ulama. Pada abad pertama hijriyah, puluhan , bahkan ratusan orang sampai kepada derajat al-Hafizh dan mujtahid, demikian juga pada abad kedua, ketiga, dan keempat. Tetapi setelah itu, ulama-ulama semakin berkurang, apalagi pada zaman kita sekarang. Jadi apa yang dikatakan Rasul telah terjadi pada masa kini.
Kita dapat melihat, betapa banyak orang yang mengaku alim dan berfatwa, padahal dia tidak memiliki standar dalam berfatwa. Orang-orang ini bermuka tebal, seperti tembok China.

3. Rasulullah bersabda :
لا تسبوا قريشا فإن عالمها يملأ الأرض علما
Artinya : “Janganlah kamu menghina orang-orang Quraisy, karena seorang ulama dari kalangan bangsa Quraisy, ilmunya akan memenuhi penjuru bumi ini .” (HR.Baihaqi di dalam al-Manaqib Syafi`i, Abu Naim didalam al-Hilyah, Musnad Abu Daud ath-Thayalisi)
Para ulama menta’wilkan maksud hadits tersebut kepada Imam Syafi`i al-Quraisyi yang telah menebarkan ilmu dan madzhabnya dibumi ini. Diantara ulama yang mengungkapkan hal itu ialah Imam Ahmad Bin Hanbal, Imam Abu Nuaim al-Ashbahani, Imam Baihaqi.
Dan maksud ilmu pada hadits tersebut adalah madzhab dan pemahamannyaterhadap al-Quran dan sunnah, sebab pemahaman terhadap al-Qur`an dan sunnah itulah yang disebut ilmu. Ilmu itu adalah madzhab jika ilmu tersebut diikuti orang lain. Dengan demikian, madzhab adalah salah satu pemahaman al-Qur`an dan hadits yang diikuti oleh orang lain.
Masalah kedua
II. Pendapat Saudara yang mengatakan bahwa Al-Qur`an dan Sunnah sudah cukup menjadi sumber hukum adalah ungkapan seorang Mujtahid, yang telah memenuhi syarat-syarat berijtihad. Jika Saudara berkata demikian juga, berarti Saudara sudah menjadi mujtahid, dan sudah memiliki syarat-syarat ijtihad. Akan tetapi jika Akan tetapi jika tidak, maka saya sarankan agar Saudara mundur kebelakang, atau membeli cermin ( kaca ) agar dapat bercermin siapa diri anda, dan sampai mana keilmuan anda. Apabila cermin juga tidak mampu menunjukkan hakikat diri anda sendiri dalam keilmuan, maka hendaklah bercermin dengan ulama-ulama ahlus sunnah wal jama`ah, karena cermin yang ada dirumah harganya murah atau sudah pecah. jika tidak tergambar juga hakikat diri anda dihadapan orang lain, maka syaithan telah memperdayakan anda. Ingatlah, menjadi mujtahid itu amat berat, dan memiliki syarat-syarat yang sulit.
Rasulullah sholallahu ‘alaihi wasallam bersabda :
رحم الله امرءا عرف قدره
Artinya : “Allah menyayangi seseorang yang mengetahui batas kemampuannya.”

Kalau anda sadar akan batas keilmuan dan kemampuan anda, tentu anda akan mengikuti madzhab yang empat. Tetapi sayang, anda tidak melihat kelemahan dan kebodohan anda sendiri.
Perlu anda ketahui jika anda belum sampai kepada tahap Mujtahid, jika ingin mengambil langsung dari al-Qur`an dan Sunnah, apakah anda telah mengahapal al-Qur`an keseluruhannya? Atau paling sedikit ayat-ayat Ahkam, dan telah mengetahui maksud ayat-ayat tersebut, sebab-sebab turunnya ayat, apakah ayat tersebut tergolong Nasikh atau Mansukh, apakah ayat tersebut Muqayyad atau Muthalaq, atau ayat itu Mujmal atau Mubayyan, atau ayat tersebut `Am atau Khusus, kedudukan setiap kalimat didalam ayat dari segi Nahwu dan `Irabnya, Balaghahnya, bayannya, dari segi penggunanaan kalimat Arab secara `Uruf dan hakikatnya, atau majaznya, kemudian adakah terdapat didalam hadits yang mengkhususkan ayat tersebut, ini masih sebagian yang perlu anda ketahui dari al-Qur`an.
Sementara dalam Hadits, anda mesti menghapal seluruh hadits-hadits Ahkam, kemudian mengetahui sebab-sebab terjadinya hadits tersebut, mana yang mansukh dan mana yang Nasikh, mana yang Muqayyad dan mana yang Muthlaq, mana yang mujmal dan mubayyan, mana yang `Am dan Khas, dan mesti mengetahui bahasa arab dengan sedalam-dalamnya, agar tidak menyalahi Qaidah-Qaidah dalam bahasa. Hal ini meliputi Nahwu, Balaghah, bayan, ilmu usul Lughah.
Anda juga mesti mengetahui fatwa-fatwa ulama yang terdahulu, sehingga tidak mengeluarkan hukum yang menyalahi ijma` ulama, dan mengetahui shahih atau tidaknya hadits yang akan digunakan. Hal ini meliputi pengetahuan tentang sanad, Jarah dan Ta`dil, Tarikh islami dan ilmu musthalah hadits secara umum dan mendalam, sebab tidak semua hadits shahih dapat dijadikan hujjah secara langsung, karena mungkin saja telah dimansukhkan, atau hadits tersebut umum dan adalagi hadits yang khusus, maka mesti mendahulukan yang khusus. Hal ini akan saya jelaskan insya Allah dalam pembahasan yang khusus.
Pertanyaannya adalah, sudahkan anda memiliki syarat yang telah kami sebutkan, kalau sudah silahkan anda berijtihad sendiri, kalau belum jangan mempermalukan diri sendiri. Kebodohan yang paling bodoh adalah tidak mengakui diri bodoh, sehingga tidak mau belajar dari kebodohannya.

Masalah ketiga
III. Pendapat anda yang mengatakan bermadzhab itu suatu yang bid’ah karena tidak terdapat pada zaman Rasul. Penulis mengira anda belum memahami kata-kata Bid`ah dengan sebenarnya. Tetapi, masalah ini insyaAllah akan kami akan buatkan sebuah pembhasan khusus.
Madzhab memang tidak ada pada zaman Nabi, karena para sahabat berada bersama nabi. Apabila ada permasalahan, maka mereka akan bertanya langsung kepada Rasulullah SAW. Akan tetapi setelah Rasulullah meninggal dunia, mulailah muncul madzhab-madzah di kalangan sahabat. Dan yang terkenal di antaraanya adalah madzhab Abu Bakar, madzhab Umar, Utsman, Ali, Abdullah Bin Umar, Sayyidah `Aiysah, Abu Hurairah, Abdullah Bin Mas`ud, dll.
Demikian juga pada masa Tabi`in. Madzhab-madzhab telah bermunculan ketika itu, seperti madzhab Az-Zuhri, Hasan al-Bashri, Salim Bin Abdallah, Urwah Bin Zubair, dll. Imam Abu Hanifah juga tergolong Tabi`in yang memiliki Madzhab yang diikuti, begitu pula Imam Malik. maka jelaslah bahwa mengikuti madzhab yang ada dan diakui oleh ulama bukan hal yang bid`ah, jikalau hal tersebut bid`ah, niscaya para sahabat termasuk ahli bid`ah.

Masalah keempat
IV. Larangan ulama Madzhab kepada murid-muridnya agar jangan mengikuti mereka adalah hal yang tidak benar, sebab seluruh perkataan ulama Madzhab telah dirubah pemahamannya oleh orang tertentu. mari kita lihat sebagian kata-kata Imam Syafi`i` dan kisah Imam Malik.
a. Kisah Imam Malik berserta Khalifah Abu Ja`far al-Manshuri.
Ibnu Abdul Barr meriwayatkan dengan sanadnya kepada al-Waqidi, beliau berkata : Aku mendengar Malik Bin Anas berkata : ” ketika Abu Ja`far al-Manshur melaksanakan haji, beliau memanggilku, maka aku bertemu dan bercerita dengannya, beliau bertanya kepadaku dan aku menjawabnya, kemudian Abu Ja`far berkata : ” Aku bermaksud untuk menulis kembali kitab yang telah kamu karang yaitu Muwaththa`, kemudian aku akan kirim keseluruh penjuru negeri islam, dan aku suruh mereka mengamalkan apa yang terkandung didalamnya, dan tidak mengamalkan yang lainnya. Dan meninggalkan semua ilmu-ilmu yang baru selain ” Muwaththa`, karena Aku melihat sumber ilmu adalah riwayat ahli Madinah dan ilmu mereka. Dan aku pun berkata: “Wahai Amirul Mukminin, Janganlah kamu buat seperti itu, karena orang-orang sudah memiliki pendapat sendiri, dan telah mendengarkan hadits Rasul, dan mereka telah meriwayatkan hadits-hadits yang ada, dan setiap kaum telah mengambil dan mengamalkan apa telah diamalkan pendahulunya, dari perbedaan pendapat para shahabat dan selain mereka, jika menolak apa yang mereka percayakan itu sangat berbahaya, biarlah mereka mengamalkan apa yang telah mereka amalkan dan mereka pilih untuk mereka”, berkata Abu J`afar: “Kalaulah engkau suruh aku untuk membuat seperti itu niscaya aku akan laksanakan.”
Dalam riwayat yang lain Imam Malik berkata : Wahai Amirul Mukminin Sesungguhnya para sahabat Rasulullah SAW telah berpencar diberbagai negeri, orang-orang telah mengikuti madzhab mereka, maka setiap golongan berpendapat mengikuti madzhab orang yang diikuti. (al-Intiqa : 41 , Imam Darul Hijrah Malik Bin Anas : 78 ).
Lihat bagaimana Imam Malik menjawab permintaan Khalifah Abu Ja`far. Beliau tidak melarang orang-orang untuk bertaqlid pada Madzhab yang mereka akui. Sebab pada masa itu madzhab fiqih sangat berkembang sekali. Seperti di Iraq madzhab Imam Abu Hanifah, Di Syam berkembang Madzhab Imam Auza`i, di Mesir berkembang madzhab Imam Laits Ibnu Sa`ad, dan masih banyak lagi madzhab madzhab yang berkembang saat itu. Bahkan beliau menyarankan kepada Khalifah agar mereka dibenarkan untuk mengikuti madzhabnya masing-masing.
b. Perkataan Imam Syafi`i :
المزني ناصر مذهبي
Artinya : Al-Muzani itu adalah penolong ( dalam menyebarkan ) madzhabku
(Lihat Siyar `Alam an-nubala` li adz-Dzahabi : 12/493, Thabqatu Syafi`iyah al-Kubra Li as-Subki : 1/323, terbitan Dar kutub ilmiyah)
Dari perkataan Imam Syafi`i diatas sangat jelas sekali bahwa beliau tidak melarang seorangpun untuk mengikuti madzhabnya, bahkan beliau mengatakan kepada murid-muridnya bahwa al-Muzani adalah seorang penolong dan penyebar madzhab Syafi`i. Apabila beliau melarang untuk mengikuti madzhabnya tentu beliau tidak mengatakan perkataan tersebut.
Diriwayatkan Imam al-Khatib didalam karangannya ” al-Faqih wa al Mutafaqih ( 2 / 15 -19 ) ” cerita yang sangat panjang sekali tentang Imam al-Muzani seorang pewaris ilmu Imam Syafi`i, didalam akhirnya beliau mengungkapkan perkataan al-Muzani : ” Lihatlah apa yang kau tulis dari apa yanh ku ajarkan, tuntutlah ilmu dari seorang yang Faqih, maka kamu akan menjadi Faqih “. Dari perkataan Imam al-Muzani yang memerintahkan muridnya untuk melihat apa yang beliau sampaikan, beliau tidak memerintahkan mereka untuk melihat kepada Hadits, karena hadits tidak boleh difahami dengan sebenarnya hukum yang terdapat didalamnya kecuali oleh seorang yang Faqih. Dan memerintahkan mereka untuk menuntut ilmu kepada seorang yang Faqih bukan hanya untuk mengetahui hadits semata, sebab puncak ilmu hadits adalah Fiqih. Apabila bermadzhab itu dilarang, tentu Imam al-Muzani akan melarang muridnya untuk mengikuti apa yang beliau ajarkan, melainkan memerintahkan mereka mengambil hukum secara langsung dari al-Qur`an.

Masalah kelima
V. Pendapat yang mengatakan bahwa bermadzhab dengan madzhab tertentu berarti menolak Sunnah Rasulullah adalah pendapat yang tidak benar dan tidak berasas. Sebab seluruh ulama Mujtahid sangat berpegang teguh dalam mengamalkan sunnah Nabi SAW, mereka telah menjadikan al-Hadits sebagai sumber kedua setelah al-Qur`an, dan kedudukan al-Hadits sangat tinggi dalam pandangan mereka.
Sebagian orang salah memahami perkataan Imam-imam Mujtahid seperti Imam Syafi`i dalam perkataan beliau :
إذا وجدتم حديث رسول الله صلى الله عليه وسلم على خلاف قولي فخذوا به ودعوا ما قلت
Artinya : “Apabila kamu dapati perkataanku menyalahi perkataan Rasulullah SAW maka tinggalkanlah perkataanku dan ambillah Hadits Rasul.”
Perlu kita ketahui pemahaman yang mengatakan bahwa Imam Syafi`i melarang mengikuti pendapatnya adalah pemahaman yang salah, karena ungkapan Imam Syafi`i tersebut memiliki pemahaman sebagai berikut .
a. Kamu boleh mengikuti pendapatku selama pendapatku tidak bertentangan dengan Hadits Rasulullah.
b. Perkataan ini menunjukkan betapa besarnya kedudukkan Hadits Nabi SAW dalam pandangan Imam Syafi`i.
c. Karena begitu besarnya kedudukan Hadits di hadapan Imam Syafi`i sehingga beliau menjadikan al-Hadits adalah sumber kedua didalam madzhabnya. Ini menunjukkan bahwa beliau tidak akan mungkin mendahulukan pendapatnya dari pada Hadits Rasul, kecuali apabila hadits tersebut tidak dianggap shahih dan memiliki beberapa sebab sehingga tidak boleh mengamalkannya, sebab tidak seluruh Hadits shahih boleh diamalkan.
d. Imam Syafi` hanya berpegang dengan hadits yang shahih menurut pandangannya, bukan hadits mansukh, atau hadits yang memiliki permasalahan dan `illat, karena beliau adalah seorang ahli hadits yang masyhur.


Masalah keenam
VI. Adapun ungkapan saudara yang mengatakan pada zaman sekarang ini sebenarnya semakin mudah untuk menjadi mujtahid karena banyaknya buku yang dicetak, berbeda dengan zaman dahulu, adalah ini tidak benar, bahkan menyalahi kenyataan yang ada. Coba kita lihat penyebab mengapa pada zaman ini sukar untuk menjumpai seorang mujtahid.
a. Tidak keseluruhan kitab telah dicetak dan disajikan kepada kita. Terbukti masih banyak lagi kitab ulama-ulama muslim yang tersebar dalam bentuk Makhthuthath (Munuskrip ) di negeri Erofah, Mesir, Turki, Saudi Arabiyah, Pakistan, Hindia dan lain lain.
b. Banyaknya kitab-kitab hadits yang hilang dan tidak ditemui pada saat sekarang ini disebabkan berbagai kejadian, seperti pembakaran kitab-kitab pada masa Monggolia menyerang Baghdad dan membakar seluruh kitab-kitab Islam, penghancuran Negeri Islam di Andalusia, dan lain-lain. Maka bisa saja hal ini boleh kita ketahui jika kita mentakhrij hadits, dan ingin melihat dari sumber aslinya, tetapi tidak diketemukan.
c. Pada zaman sekarang orang belajar ilmu menurut bidangnya masing-masing. Pelajar yang di Kuliah Syari`ah tidak mempelajari ilmu musthalah hadits secara mendalam, pelajar yang Kuliah Usuluddin tidak mempelajari Usul Fiqih dan Fiqih secara mendalam, pelajar Lughah bahkan sangat sedikit sekali mempelajari bidang ilmu fiqih dan hadits, dari cara belajar seperti ini bagaimana akan menjadi mujtahid?
d. Tidak adanya (langka) pada zaman sekarang orang dapat digelar al-Hafizh. Ini membuktikan betapa buruknya prestasi kita dalam bidang hadits dibandingkan dengan zaman-zaman sebelum kita. Bagaimana mau menjadi mujtahid hadits pun tidak hapal? Kalaulah dalam ilmu hadits saja kita belum mampu menjadi al-Hafizh bagaimana pula ingin menjadi al-Mujtahid?
Tetapi yang sangat lucunya yang ingin jadi mujtahid itu sekarang terdiri dari pelajar pelajar kedoktoran,insinyur, mekanik, yang bukan belajar khusus tentang agama. Kalau pelajar agama saja tidak sampai kepada mujtahid bagaimana lagi dengan pelajar yang bukan khusus mempelajari agama? Kalau pun jadi mujtahid pasti mujtahid gadungan ( penipuan ).
Cobalah renungkan cerita Ibnu Taimiyah di dalam kitabnya al-Muswaddah halaman 516, dan diungkapkan oleh muridnya Ibnu Qayyim. Dari Imam Ahmad, ada seorang lelaki bertanya kepada Imam Ahmad: “Apabila seseorang telah menghapal hadits sebanyak seratus ribu hadits, apakah dia sudah dikira (dianggap) Faqih?” Imam Ahmad menjawab: “Tidak dikira (dianggap) Faqih,” berkata lelaki tersebut : ” jika dia hapal dua ratus ribu hadits ? “, Imam Ahmad menjawab : ” tidak disebut Faqih “, berkata lelaki tersebut : ” jika dia telah menghapal tiga ribu hadits ?”, Imam Ahmad menjawab : ” tidak juga dikira Faqih”, berkata lelaki tersebut : ” Jika dia telah menghapal empat ratus ribu hadits?” Imam Ahmad menjawab secara isyarat dengan tangannya dan mengerakkannya, maksudnya, mungkin juga disebut Faqih berfatwa kepada orang dengan ijtihadnya.
Cobalah renungkan dimana kedudukan kita dari Faqih dan al-Mujtahid, agar tahu kelemahan kita dan kebodohan kita.
e. Memang ada kitab-kitab yang dapat membantu kita agar dapat berijtihad. Tetapi yang jadi permasalahannya, apakah kita mampu benar-benar memahami apa yang kita baca? Apakah yang kita fahami sesuai dengan pemahaman ulama-ulama pada masa salafussalihin? Sebab membaca hadits dengan sendirian tanpa bimbingan seorang guru akan membawa kepada kesesatan, sebagaimana pesan ulama-ulama agar mengambil ilmu dari mulutnya ulama yang ahli.
خذوا العلم من أفواه العلماء
Artinya : “Ambillah ilmu itu dari mulutnya para ulama.”
Berkata Imam Ibnu Wahab seorang murid Imam Malik yang alim dalam ilmu Hadits:
الحديث مضلة إلا للعلماء
Artinya : “al-Hadits dapat menyesatkan seseorang ( yang membacanya ) kecuali bagi para ulama .”
Berkata Imam Sufyan Bin Uyainah (seorang ulama besar yang ahli dalam fiqih dan hadits guru Imam Syafi`i) :
الحديث مَضِلّة إلا للفقهاء
Artinya : “al-Hadits itu dapat menyesatkan seseorang kecuali bagi ulama yang faqih.” ( al-Jami` li Ibni Abi Zaid al-Qairuwani : 118 )

Masalah ketujuh
VII. Apa yang saudara ungkapkan bahwa ulama mujtahid adalah manusia biasa yang mungkin saja salah dalam perbutan atau pemahaman adalah benar, tetapi sangat salah sekali jika saudara menyangka bahwa mereka yang berijtihad tidak boleh diikuti karena mereka manusia biasa. Yang sangat jelasnya, mereka bukan nabi, dan juga bukan bertarap seperti anda, tidak ada seorang ulama yang hidup sekarang ini yang mampu menandingi ilmunya Imam Abu Hanifah, Imam Malik Bin Anas, Imam Syafi`i, Imam Ahmad.
Berkata Imam adz-Dzahabi mengungkapkan didalam kitabnya at-Tadzkirah : 627-628, diakhir ceritanya dari generasi muhaddits yang kesembilan diantara tahun 258 H -282 H, beliau berkata : “Wahai syeikh lemah lembutlah pada dirimu, senantiasalah bersikap adil, janganlah memandang mereka dengan penghinaan, jangan kamu menyangka muhaddits pada masa mereka itu sama dengan muhaddits pada masa kita ( maksudnya dari masa 673 H – 748 H ), sama sekali tidak sama. Tidak ada seorang pun pembesar Muhaddits pada masa kita yang sampai kedudukkannya seperti mereka didalam keilmuan.”
Dari ungkapan Imam adz-Dzahabi diatas memberikan pengertian bahwa ilmu kita memang tidak setarap dengan para ulama-ulama mujtahid pada zaman dahulu. Jadi jikalau mereka berijihad ternyata salah di dalam ijtihadnya, maka mereka akan mendapat satu pahala dan tidak mendapat dosa. Bagaimana dengan anda yang tidak sampai kepada derajat ijtihad kemudian berijtihad menurut kemampuan anda? Maka kesalahan anda akan lebih banyak dibandingkan dengan ulama-ulama mujtahid yang terdahulu.
Dengan begitu seseorang yang memang sudah sampai kepada derajat mujtahid, apabila benar ijtihadnya maka akan mendapatkan dua pahala. Jika salah dalam berijtihad maka mendapat satu pahala saja. Tetapi jika anda yang belum sampai kepada tahap mujtahid berijtihad dan tersalah dalam ijtihadnya, maka anda akan mendapatkan dosa, karena berijtihad dengan kebodohan.

Masalah kedelapan
VIII. Adapun ungkapan anda tentang hadits yang Shahih wajib diamalkan secara langsung adalah salah satu kesalahan. Sebab tidak semua hadits yang shahih dapat diamalkan secara lansung, karena mungkin saja hadits tersebut memiliki `illat yang sangat samar sekali. Kemungkinan hadits shahih tersebut dimansukhkan, atau haditsnya muthlaq kemudian dimuqayyadkan dan lain-lain. Penulis ( insyaallah ) akan membahas permasalahan ini secara khusus .
Pada zaman sekarang ini telah banyak kita lihat golongan yang anti dan berusaha untuk menyerang dan membasmi madzhab-mahzhab yang masyhur. Dengan alasan (jargon) kita mesti berpegang teguh dengan al-Qur`an dan sunnah bukan berpegang teguh dengan madzhab. Tidak pernah kita dapati di dalam al-Qur`an atau di dalam hadits Rasulullah untuk menyuruh kita bermadzhab. Bahkan para pendiri madzhab sendiri pun melarang mengikuti jejak mereka, demikian kata mereka. Hal ini sangat aneh sekali, mereka mati-matian mengajak orang agar meninggalkan madzhab Hanafi, Maliki, Syafi`i, dan Ahmad, tetapi mereka juga sengaja menarik orang untuk mengikuti pemikiran dan pendapat-pendapat Ibnu Taimiyah dan Muhammad bin Abdul Wahab. Apakah mereka tidak tahu bahawa mengikuti pendapat Ibnu Taimiyah juga disebut mengikuti madzhab? Atau mungkin mereka terlupa, juga mungkin karena ta’asub yang berlebih-lebihan terhadap Ibnu Taimiyah? Atau juga mungkin hasad dan dengki dengan pendiri para Madzhab? Kalau tidak sebab-sebab itu niscaya mereka tidak akan keberatan terhadap seseorang yang bermadzhab Hanafi, Maliki, atau Syafi`i.
Kenyataan ini telah kita lihat sendiri, jikalau kita kata Ibnu Taimiyah saja yang berpegang teguh dengan al-Qur`an dan Sunnah, maka maknanya madzhab-madzhab yang lain tidak benar. Sebab menurut pandangan mereka ( orang yang tidak bermazhab atau golongan Wahabi ) bahwa Taimiayah yang benar. Disini mereka terlupa bahwa Ibnu Taimiyah seorang manusia bukan seorang nabi yang tidak berdosa. Wajarkah kita larang seseorang bermadzhab, sementara kita sendiri mengikuti madzhab seseorang? Jikalau kita sebutkan seperti ini maka mereka tidak akan mengaku dengan sebenarnya. Bahkan mencoba untuk memutar balikkan Fakta, dengan ucapan kita mesti berpegang teguh dengan al-Qur`an dan Sunnah.
Tetapi yang menjadi pertanyaan dibenak hati saya adalah apakah pendiri-pendiri Mazhab tidak mengikuti al-Qur`an dan al-Sunnah? Tentu mereka menjawab ” Sudah tentu para pendiri madzhab mengikut al-Qur`an dan as-Sunnah tetapi mereka manusia yang mungkin memiliki kesalahan”. Jadi menurut mereka ( para anti mazhab ) karena adanya kesalahan pada ulama mujtahid maka mereka sendiri mengambil al-Qur`an dan Sunnah secara langsung. Ini akan membuktikan mereka tidak akan tersalah dalam menentukkan hukum dalam berijtihad? Jikalau sekiranya mereka sadar diri dengan kemampuan meraka niscaya mereka akan berpegang teguh dengan mana-mana mazhab yang empat.
Pada kesempatan ini saya hanya mencoba untuk memaparkan beberapa dalil yang menjadi pegangan masyarakat awam dalam mengikuti madzhab yang empat, beserta makna dan tujuan ” Madzhab ” dan bila timbulnya madzhab. Dalam kesempatan lain insyaallah saya akan ketengahkan segala dalil-dali yang membatalkan anggapan anggapan bahwa mengikuti mazhab adalah bid`ah.

Pengertian Madzhab
Kalimat Madzhab berasal dari bahasa Arab yang bersumberkan dari kalimat Dzahaba, kemudian diobah kepada isim maf`ul yang berarti, Sesuatu yang dipegang dan diikuti. Dalam makna lain mana-mana pendapat yang dipegang dan diikuti disebut madzhab. Dengan begitu madzhab adalah suatu pegangan bagi seseorang dalam berbagai masalah, mungkin lebih kita kenal lagi dengan sebutan aliran kepercayaan atau sekte, bukan hanya dari permasalahan Fiqih tetapi juga mencakup permasalahan `Aqidah, Tashawuf, Nahu, Shorof, dan lain-lain. Di dalam Fiqih kita dapati berbagai macam madzhab, seperti madzhab Hanafi, Maliki, dan Syafi`i. Di dalam ‘Aqidah kita dapati madzhab `Asya`irah, Maturidiyah, Muktazilah, Syi`ah. Di dalam Tashawuf kita dapati madzhab Hasan al-Bashri, Rabi`atu adawiyah, Ghazaliyah,Naqsabandiyah, Tijaniyah, dll. Di dalam Nahu kita dapati madzhab al-Kufiyah dan madzhab al-Bashriyah.
Tumbuhnya Madzhab Fiqih
Pada zaman Rasulullah SAW ”madzhab” belum dikenal dan digunakan karena pada zaman itu Rasul masih berada bersama sahabat. Jadi jika mereka mendapatkan permasalahan maka Rasul akan menjawab dengan wahyu yang diturunkan kepadanya. Tetapi setelah Rasulullah meninggal dunia, para shahabat telah tersebar diseluruh penjuru negeri Islam, sementara itu umat Islam dihadirkan dengan berbagai permasalahan yang menuntut para shahabat berfatwa untuk menggantikan kedudukan Rasul.
Tetapi tidak seluruh shahabat mampu berfatwa dan berijtihad, sebab itulah terkenal di kalangan para sahabat yang berfatwa di tengah sahabat-sahabat Rasul lainnya. Sehingga terciptanya Mazhab Abu bakar, Umar, Utsman, Ali, Sayyidah `Aisyah, Abu Hurairah, Abdullah Bin Umar, Abdullah Bin Mas`ud dan yang lainnya. Kenapa shahabat-sahabat yang lain hanya mengikuti sahabat yang telah sampai derajat mujtahid, karena tidak semua sahabat mendengar hadits Rasul dengan jumlah yang banyak, dan derajat kefaqihan mereka yang berbeda-beda. Sementara Allah telah menyuruh mereka untuk bertanya kepada orang yang `Alim diantara mereka.
فاسألوا أهل الذكر إن كنتم لا تعلمون
Artinya : “Hendaklah kamu bertanya kepada orang yang mengetahui jika kamu tidak mengetahui.”
Pada zaman Tabi`in timbul pula berbagai macam madzab yang lebih dikenal dengan madzhab Fuqaha Sab`ah ( Madzhab tujuh tokoh Fiqih) di kota Madinah, setalah itu bermunculanlah madzhab yang lainnya di negeri islam, seperti madzhab Ibrahin an-Nakha`i, asy-Syu`bi, dan masih banyak lagi. Sehingga timbulnya madzhab yang masyhur dan diikuti sampai sekarang yaitu Madzhab Hanafiyah, Malikiyah, Syafi`iyah, Hanabilah, madzhab ini dibenarkan oleh ulama-ulama untuk diikuti karena beberapa sebab :
1. Madzhab ini disebarkan turun-temurun dengan secara mutawatir.
2. Madzhab ini di turunkan dengan sanad yang Shahih dan dapat dipegang .
3. Madzhab ini telah dibukukan sehingga aman dari penipuan dan perobahan .
4. Madzhab ini berdasarkan al-Qur`an dan al-Hadits, selainnya para empat madzhab berbeda pendapat dalam menentukan dasar-dasar sumber dan pegangan .
5. Ijma`nya ulama dalam mengamalkan empat madzhab tersebut.

Kamis, 18 Februari 2016

Hukum Zikir Sambil Menari



Hukum Zikir Sambil Menari
Mukadimah                                                                     
Isu ini hangat diperkatakan oleh semua pihak. Sebagaimana yang dijelaskan dalam Facebook kami, kami mahu membincangkannya secara khusus seperti yang telah dijanjikan. Bersama dengan isu ini, banyak tajuk berkaitan yang lain dan kami tidaklah membincangkannya kecuali tajuk ini sahaja supaya ia lebih terfokus dan sampai kepada sasaran. Justeru, Bayan Linnas pada kali ini kami namakan dengan Penjelasan Berhubung Hukum Zikir Menari.


Maka, kami kemukakan di sini pelbagai pandangan dan hujahan berdasarkan nas atau fatwa yang dikemukakan. Semoga pencerahan ini memberi kefahaman yang baik kepada kita. Amin.

Definisi Zikir

Pelbagai maksud dan definisi dapat diberikan kepada pengertian zikir. Dari segi bahasa zikir bermaksud mengingati. Semantara dari segi istilah pula zikir merupakan mengingati Allah s.w.t. bilamana dan di mana sahaja berada dengan cara-cara yang dibolehkan oleh syarak seperti menerusi ucapan perbuatan atau dengan hati.

Selain itu, zikir juga dapat diertikan sebagai sebahagian daripada rangkaian iman yang diperintahkan agar kita melakukannya setiap saat. Mengingati Allah mendorongkan seseorang melakukan suruhan-Nya dan meninggalkan laranganNya. Mengingati Allah adalah usaha yang berkesan untuk mempertingkatkan keimanan dan ketakwaan kepada Allah

Zikir terbahagi kepada dua samada qalbi (dalam hati) atau lisani (iaitu pada lafaz lidah). Imam Nawawi rahimahullah menjelaskan, zikir yang terbaik adalah yang dilakukan bersama; hati dan lisan. Di antara zikir dengan hati dan zikir dengan lisan, zikir dengan hati adalah lebih baik.

Zikir orang-orang soleh adalah dengan tasbih, tahmid, takbir dan tahlil sementara zikir orang yang berpaling daripada Allah iaitu dengan nyanyian yang melalaikan, ghibah (mengumpat orang lain), namimah (mengadu domba), dan kekejian. Seorang penyair menggambar golongan ini dengan menyatakan:


Definisi Menari

Definisi menari dalam Kamus Dewan menari bermaksud melakukan tari (gerakan badan serta tangan dan kaki berirama) mengikut rentak muzik manakala berdansa bermaksud menari cara Barat. Ini bermakna menari lebih luas konsepnya dan contoh-contoh ayat boleh dilihat dalam kamus, buku, majalah dan artikel yang berkaitan.

Hukum Gerakan Dalam Zikir

Sebelum dibincangkan tajuk utama iaitu zikir dalam keadaan menari, suka dinyatakan bahawa zikir dalam keadaan bergerak adalah perkara yang dibolehkan kerana ia menyebabkan badan menjadi lebih bersemangat untuk melaksanakan ibadat zikir. Mereka berdalilkan kepada nas al-Qur’an dan hadith antaranya:

Firman Allah SWT

الَّذِينَ يَذْكُرُونَ اللَّهَ قِيَامًا وَقُعُودًا وَعَلَى جُنُوبِهِمْ

Maksudnya: “…(Iaitu) orang-orang yang menyebut dan mengingati Allah semasa mereka berdiri dan duduk dan semasa mereka berbaring mengiring…”

(Surah Ali Imran: 191)

Al-Maraghi berkata: “Sepanjang menjalani kehidupan, mereka tidak pernah lupa kepada Allah SWT malahan mereka sering mengingati Allah SWT dengan hati yang terang dan menyedari sepenuhnya bahawa Allah SWT sentiasa mengawasi dirinya.”

Adapun dari segi hadith Ummu al-Mukminin Aisyah RAnha pernah melaporkan bahawa Rasulullah SAW berzikrullah (berzikir kepada Allah) dalam semua keadaan. Sedang berjalan, menaiki kenderaan, di atas kenderaan, berbaring, duduk dan bermacam lagi pernah dilaksanakan oleh Rasulullah SAW.

Hukum Zikir Dalam Keadaan Menari

Setelah melihat kepada isu yang begitu hangat ini, kami mendapati terdapat dua pandangan dengan masing-masing berhujah. Secara ringkasnya seperti berikut.

Pertama: Haram

Antaranya firman Allah SWT:

Antara hujah golongan ini adalah Rasulullah SAW tidak melakukannya begitu juga secara umumnya para Sahabat tidak melakukannya kecuali sebahagian kecil sahaja di kalangan mereka.

اللَّـهُ نَزَّلَ أَحْسَنَ الْحَدِيثِ كِتَابًا مُّتَشَابِهًا مَّثَانِيَ تَقْشَعِرُّ مِنْهُ جُلُودُ الَّذِينَ يَخْشَوْنَ رَبَّهُمْ ثُمَّ تَلِينُ جُلُودُهُمْ وَقُلُوبُهُمْ إِلَىٰ ذِكْرِ اللَّـهِ

Maksudnya: "Allah telah menurunkan sebaik-baik perkataan iaitu Kitab Suci Al-Quran yang bersamaan isi kandungannya antara satu dengan yang lain (tentang benarnya dan indahnya), yang berulang-ulang (keterangannya, dengan berbagai cara); yang (oleh kerana mendengarnya atau membacanya) kulit badan orang-orang yang takut kepada Tuhan mereka menjadi seram; kemudian kulit badan mereka menjadi lembut serta tenang tenteram hati mereka menerima ajaran dan rahmat Allah..."l

(Surah al-Zumar: 23)

Ayat ini juga membantah tarian-tarian atas nama ibadah kerana ia telah menjelaskan keadaan orang Mukmin saat mendengar zikir yang disyariatkan. Keadaan orang Mukmin yang mengenal Allah SWT, yang takut kepada hukuman-Nya, ketika mendengarkan firman-Nya, janji dan ancaman-Nya, hati mereka melunak, air mata bertitisan, bergementar kulit, tampak khusyuk dan penuh ketenangan. Bukannya dalam keadaan tarian yang seperti tidak sedarkan diri.

Seterusnya mereka bersandarkan kepada ijma’ ulama’ yang melarang serta menganggap perbuatan tarian seperti itu adalah bid’ah yang ditegah. Antara tokoh yang tegas dengan pendapat ini adalah:
Imam Abu Bakar al-Turtusi
Imam Taqiyuddin al-Subki
Imam Ibn Hajar al-Haitami
Imam al-Qurtubi
Imam Ibn Kathir
Syeikh Ibrahim bin Muhammad al-Hanafi dan lain-lain lagi.

Antara kaedah yang masyhur digunakan ialah:

الأَصْلُ فِي الْعِبَادَاتِ الْحَظَرُ أَوِ التَّوَقُّفُ

Maksudnya: Asal pada ibadat adalah haram atau tawaqquf

Maksud tawaqquf adalah terhenti kepada dalil. Jika terdapat dalil hukumnya dibolehkan. Sebaliknya jika tiada dalil, hukumnya adalah haram. Kaedah ini telah digunakan oleh ramai tokoh ulama’ antaranya :
al-Hafiz Ibn Hajar al-Asqalani dalam Fath al-Bari
Imam al-Zurqani dalam mensyarahkan kitab al-Muwatta’
Imam Ibn Muflih dalam al-Adab al-Syar’iyyah
Imam al-Syaukani dalam Nail al-Authar dan ramai lagi.

Antara tokoh ulama’ terdahulu yang memfatwakan ketidakharusan berzikir dalam keadaan menari ialah:
Imam Ibn Qudamah al-Maqdisi ketika ditanya dalam isu ini beliau menyatakan: “Sesungguhnya pelaku perbuatan ini bersalah, kehormatan dirinya jatuh. Orang-orang yang mengamalkan perbuatan ini secara berterusan kesaksiannya ditolak disisi syara', perkataannya tidak diterima, rentetan daripada ini, tidak diterima periwayatannya dalam hadis Rasulullah SAW, tidak diterima juga kesaksiannya dalam melihat anak bulan Ramadhan, dan tidak diterima berita-berita agama yang dibawa. Manakala keyakinan bahawa dirinya cinta pada Allah, sesungguhnya kecintaan dan ketaatan tersebut mungkin terjadi selain dari amalan ini, dan mungkin dia mempunyai hubungan dan amalan yang baik dengan Allah selain daripada situasi yang disebutkan ini.Sedangkan amalan ini merupakan satu maksiat dan permainan senda gurau, yang dikeji oleh Allah dan Rasul-Nya, dibenci pula oleh ahli ilmu dan mereka menamakan berbuatan ini sebagai bid’ah dan melarang dari berlakunya. Tidak boleh bertaqarrub dengan Allah dengan melakukan maksiat kepada-Nya, tidak boleh juga ketaatan kepada Allah terjadi dengan melakukan larangan-Nya. Barangsiapa yang menjadikan wasilah kepada Allah dengan maksiat dia patut dipulau dan dijauhkan, dan barangsiapa menjadikan permainan dan persendaan sebagai agama, mereka adalah seperti orang yang berusaha menyebarkan kerosakan diatas muka bumi, dan orang-orang yang ingin sampai kepada Allah bukan dengan cara Rasulullah SAW dan sunnahnya, maka dia sangat jauh untuk mencapai apa yang diidamkannya". (sebahagian fatwa yang mengutuk penggunaan seruling, tarian dan pendengaran muzik oleh Imam Ibnu Qudamah. Rujuk http://majles.alukah.net/t36981/)
Sultan al-Ulama’ Izzuddin Abd al-Salam melalui kitabnya Qawa’id al-Ahkam fi Masalih al-Anam 2/349-350 antara lain menyebut: " …Manakala tarian dan tepukan : ianya adalah keringanan (akal) dan kebodohan menyerupai gerakan perempuan, tidak ada yang melakukan demikian itu kecuali orang yang cacat akalnya, atau berpura-pura lagi pembohong, bagaimana dia boleh menari mengikuti dengan irama nyanyian daripada orang yang telah hilang jiwanya, dan telah tiada hatinya! Sedangkan Rasulullah SAW telah pun bersabda : (Sebaik-baik kurun adalah kurunku, kemudian kurun yang selepasnya, kemudian yang selepasnya). Tidak pernah seorang pun yang boleh diikuti amalan mereka melakukan sebarang perbuatan demikian, sesungguhnya demikian itu hanyalah penguasaan syaitan keatas suatu kaum yang menyangka lenggokan mereka ketika mendengar(nyanyian yang dianggap zikir) adalah bentuk pergantungan dengan Allah Azza wa Jalla. Sesungguhnya mereka telah tertipu dengan apa yang mereka kata, dan menipu dalam apa yang mereka dakwa. Mereka mendakwa bahawa mereka mendapat dua kelazatan ketika mendengar apa yang didendangkan, Pertama. kelazatan ma'rifah dan keadaan bergantung pada Allah. Kedua, kelazatan suara, lenggokan nada, kata-kata yang tersusun yang membawa kepada kelazatan nafsu yang bukan dari agama dan tiada kaitan dengannya. Tatkala makin besar dua kelazatan ini yang mereka rasa, mereka tersilap dan menyangka bahawa terkumpulnya kelazatan itu berlaku dengan ilmu ma'rifat dan keadaan, akan tetapi tidak begitu, bahkan yang sering berlaku hanyalah kelazatan nafsu semata yang tiada kaitan dengan agama. Sebahagian ulama mengharamkan tepukan tangan, kerana hadis Rasulullah SAW (Sesungguhnya tepukan hanya untuk perempuan) dan Rasulullah melaknat perempuan yang menyerupai lelaki, begitu juga lelaki yang menyerupai perempuan. Barangsiapa yang merasai kehebatan Allah, dan menyedari kebesarannya, tidak dapat dibayangkan akan timbul dari dirinya tarian dan tepukan, dan tidak timbul tarian dan tepukan kecuali dari orang yang dungu lagi jahil, tidak akan berlaku pada yang berakal dan mulia. Bukti kejahilan pelaku kedua perbuatan ini ialah bahawasanya syari’at tidak mengajarkannya tidak dari Al-Quran, juga tidak dari Al-Sunnah, juga tidak dilakukan walau seorang dari nabi-nabi, dan tidak diendahkan oleh pengikut-pengikut para nabi, bahkan ianya hanya dilakukan oleh golongan jahil lagi bodoh yang terkeliru hakikat sesuatu dengan nafsu mereka. Sesungguhnya Allah telah berfirman: ("…Dan kami telah turunkan padamu sebuah kitab yang menerangkan segala perkara…). Ulama salaf terdahulu telah pergi, begitu juga dengan golongan terhormat dari golongan khalaf kemudian, tiada sebarang perkara yang mengelirukan mereka. Barangsiapa yang melakukan yang demikian, dan yakin bahawa itu merupakan suatu tujuan dirinya, demikian itu bukanlah suatu yang mendekatkan dirinya pada tuhannya, dan sekiranya dia meyakini bahawa demikian itu tidak dilakukan kecuali ingin bertaqarrub dengan Allah, sangat kejinya apa yang telah dilakukan, kerana dia menyangka perbuatan ini sebahagian dari ketaatan, sedangkan ianya hanya suatu bentuk kebodohan"

Kedua: Harus

Mereka berhujahkan kepada umum ayat dan beberapa dalil daripada hadith antaranya firman Allah SWT:

الَّذِينَ يَذْكُرُونَ اللَّهَ قِيَامًا وَقُعُودًا وَعَلَى جُنُوبِهِمْ

Maksudnya: “…(Iaitu) orang-orang yang menyebut dan mengingati Allah semasa mereka berdiri dan duduk dan semasa mereka berbaring mengiring…”

(Surah Ali Imran: 191)

Imam al-Alusi dalam Ruh al-Ma’ani menyatakan bahawa sebagaimana yang diceritakan daripada Ibn Umar RA dan Urwah bin al-Zubair RA serta jamaah daripada sahabat RA, mereka telah keluar untuk menyambut hari raya di musolla dan berzikir kepada Allah. Tatkala dibacakan ayat di atas, mereka bangun berzikir dalam keadaan berdiri sebagai tabarruk muwaffiqh ayat tersebut.

Firman Allah SWT:

فَإِذَا قَضَيْتُمُ الصَّلَاةَ فَاذْكُرُوا اللَّهَ قِيَامًا وَقُعُودًا وَعَلَى جُنُوبِكُمْ

Maksudnya: “Kemudian apabila kamu telah selesai mengerjakan sembahyang, maka hendaklah kamu menyebut dan mengingati Allah semasa kamu berdiri atau duduk, dan semasa kamu berbaring.”

(Surah Al-Nisa’: 103)

Imam al-Qurtubi dalam al-Jami’ al-Ahkam menyebut: Dalam ayat di atas, Allah menyatakan anak Adam melakukan urusan mereka dalam tiga keadaan. Ianya seolah-olah membataskan mengikuti masa.

Antara hadith yang digunakan oleh golongan yang mengharuskan adalah

Daripada Aisyah RA berkata:

جَاءَ حَبَشٌ يَزْفِنُونَ فِي يَوْمِ عِيدٍ فِي الْمَسْجِدِ، فَدَعَانِي النَّبِيُّ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ، فَوَضَعْتُ رَأْسِي عَلَى مَنْكِبِهِ، فَجَعَلْتُ أَنْظُرُ إِلَى لَعِبِهِمْ، حَتَّى كُنْتُ أَنَا الَّتِي أَنْصَرِفُ عَنِ النَّظَرِ إِلَيْهِمْ

Maksudnya: “Telah datang orang Habsyah menari pada hari raya di masjid. Lalu Nabi SAW memanggilku dan aku meletakkan kepalaku di atas bahu Baginda. Aku menonton tarian mereka sehingga aku mengalihkan pandanganku daripada mereka.”

Riwayat Muslim (892)



Daripada Saidina Ali RA berkata:

زرت النبي صلى الله عليه وسلم مع جعفر وزيد بن حارثة ، فقال النبي صلى الله عليه وسلم لزيد : ( أنت مولاي ) فبدأ زيد يحجل ويقفز على رجل واحدة حول النبي صلى الله عليه وسلم ، ثم قال لجعفر : ( أما أنت فتشبهني في خَلقي وخُلقي ) فحجل جعفر كذلك ، ثم قال لي : ( أنت مني وأنا منك ) فحجل خلف جعفر

Maksudnya: “Aku telah menziarahi Nabi SAW bersama Ja’far dan Zaid bin Harithah. Maka bersabda Nabi SAW kepada Zaid: ‘Awak adalah bekas hambaku.” Zaid kemudiannya merasa amat suka dan menggerakkan badan kerana kegirangan atas sebelah kaki di hadapan Nabi SAW. Kemudian Nabi berkata kepada Ja’afar: ‘Awak pula sama sepertiku dari segi rupa bentuk dan akhlak.’ Maka Ja’far menggerakkan badan kerana kegirangan kemudian Rasulullah SAW berkata kepadaku pula: ‘Awak daripadaku dan aku daripadamu.’. Lantas Saidina Ali menggerakkan badan kerana kegirangan di belakang Ja’far.”

Riwayat Ahmad (2/213)

Al-Allamah al-Kattani menafsirkan perkataan (حجل) dengan menari dalam keadaan tertentu. Sama seperti pendapat Ibn Hajar al-Asqalani.

Selain itu, diriwayatkan oleh Abu Naim, daripada al-Fudhail bin ‘Iyadh RH berkata:

كان أصحاب رسول الله صلى الله عليه وسلم إذا ذكروا الله تعالى تمايلوا يمينا وشـمالا كما يتـمايل الشـجر في يوم الريح العاصف إلى إمام ثم إلى وراء.

Maksudnya: “Bahawa sahabat Rasulullah SAW ketika berzikir bergoyang-goyang ke kanan dan ke kiri seperti mana pokok bergoyang ditiup angin kencang ke hadapan kemudian ke belakang.” (al-Tartib al-Idariyah, Abd al-Hayy al-Kattani, 2/134)

Adapun pendapat ulama’ yang mengharuskannya pula antaranya ialah
Al-Allamah Ahmad Zaini Dahlan tatkala disebut hadith dan nas berkenaan dengan Ja’far, mengambil hukum bahawa Rasulullah tidak mengingkari perbuatannya dan atas dasar inilah ia dijadikan sumber hujah bagi golongan sufi menari ketika merasai keseronokan dalam majlis zikir.
Syeikh 'Attiyyah Saqar dalam kitabnya yang terkenal Fatawa min Ahsanil Kalam menyebut:

وقد قال المحققون ان الكذر كأية عبادة لا يقبل الا اذا كان خالصا لوجه الله لا رياء فيه ولا سمعة

Sungguh telah berkata oleh segala ulama' Muhaqqiq akan bahawasa zikir itu seperti ayat ibadat, tak diterima melainkan apabila ia ialah bersih semata - mata kerana Zat Allah, tiada jenis riak padanya dan tiada sum'ah.

وكذلك اذا صحب الذكر أصوات صاخبة أو حركات خاصة تذهب الخشوع كان عبادة ظاهرية جوفاء خالية من الروح ومثل ذلك اذا كانت المجالس تؤذي الغير كالمرضى المحتاجين الى الراحة أو المشتغلين بمذاكرة علم أو عبادة أخرى اهـــ

Demikian itu juga apabila bersama zikir ini suara-suara yang bingit atau gerakan-gerakan yang tertentu yang menghilangkan akan khusyuk nescaya adalah ia ialah ibadat zahir serta sunyi daripada ruh ibadat, dan seumpama demikian itu ialah apabila majlis-majlis ini ialah menyakiti orang lain seperti orang-orang sakit yang mmerlukan rehat atau orang-orang yang sibuk dgn muzakarah ilmu atau ibadat yg lain.
Syeikh Mutawalli al-Sya’rawi menyatakan di dalam Majalah al-Tasawwuf al-Islami:

إذا لم تجد فيه نصاً فالأمر على الإباحة لأن النهى على التحريم افعل ولا تفعل فهو على مطلق الإباحة وإذا كان التمايل صناعيا كان نفاقا وإذا كان التمايل طبيعيا كان وجداً لا سيطرة للإنسان عليه والذكر راحة نفسية وعلى كل حال فالذاكرون وإن تمايلوا فهم خير من الذين يتمايلون فى حانات الرقص

Apabila tak dijumpai satu nas pun pada masalah ini maka perkara ini adalah harus kerana larangan atas mengharamkan itu ialah sighah if'al dan la taf'al, maka ia semata - mata harus, dan apabila condong badan (bergerak) badan dibuat-buat nescaya adalah ia nifaq dan apabila condong tubuh itu dengan semulajadi, maka ia adalah rasa batin, tidak boleh dibuat-buat perasaan tersebut, dan zikir itu ialah kerehatan diri dan pada setiap kelakuan. Maka orang yang berzikir itu sekalipun bergerak badan mereka itu, lebih baik daripada mereka yang bergerak yakni bergerak - gerak mereka dalam tarian di kedai arak.

Tarjih

Selepas meneliti beberapa hujah dari dua aliran yang mengharamkan dan yang membenarkannya, kami berpendapat:
Pengharaman zikir dalam keadaan menari adalah lebih kuat kerana kaedah yang digunakan amat jelas.
Hadith yang digunakan untuk mengharuskan zikir dalam keadaan menari lebih bersifat menggambarkan berita gembira yang diperolehi daripada Rasulullah SAW, bukannya mereka berzikir semasa itu. Ini adalah dua keadaan yang berbeza.
Begitu juga perlakuan itu adalah hanya beberapa orang sahabat sahaja, bukan keseluruhan dan ia tidak ada kena mengena dengan zikir.
Seterusnya mereka menggunakan perkataan tamayul yang memberi maksud menggoyangkan atau melenggokkan sedikit badan. Ia bukanlah seperti menari.
Kami juga berpendapat, maksud gerakan yang diharuskan itu hanya gerakan yang kecil atausedikit seperti kepala dihayun ke hadapan dan ke belakang atau ke kiri dan ke kanan sepertimana yang dilakukan oleh seseorang ketika asyik berzikir. Maka, ini tidak menjadi masalah dan dibolehkan.
Hujah yang mengharuskan itu telah dijawab oleh ramai ulama seperti nas-nas yang dikemukakan lebih bersifat umum dan bukan dimaksudkan secara khusus berdasarkan wajah istidlal yang digunakan.
Begitu juga kedudukan hadith seperti hadith Saidina Ali. Terdapat padanya dua illah.
Hani’ bin Hani’ dianggap jahalah dari segi halnya tau keadaannya.
Tadlis Ibn Ishaq al-Sabi’i.

Justeru hadith ini dianggap lemah oleh kebanyakan ulama’ hadith.
Fatwa Sultan al-Ulama’ Izzuddin Abd al-Salam dan Ibn Qudamah al-Maqdisi begitu kukuh untuk menjadi penguat dan sandaran pengharaman zikir dalam keadaan menari.

Kenyataan JAKIM

Jabatan Kemajuan Islam Malaysia (Jakim) menegaskan supaya orang Islam tidak meniru amalan berzikir ke atas Nabi Muhammad SAW sambil menari kerana perbuatan itu disifatkan sebagai ajaran yang menyeleweng.

Ketua Pengarah Jakim, Datuk Othman Mustapha berkata, pihaknya telah mengeluarkan larangan tersebut dalam laman web e-fatwa menerusi keputusan Muzakarah Jawatankuasa Fatwa Majlis Kebangsaan Bagi Hal Ehwal Agama Islam Kali Ke-48 pada 3 April 2000.

“Beberapa tahun lalu budaya berzikir sambil menari ini tersebar di Malaysia dan ketika itu Jakim telah pun mengeluarkan larangan kepada umat Islam supaya tidak terpengaruh atau mengikut cara tersebut.

“Bagaimanapun kejadian yang sama berlaku lagi, justeru Jakim menegaskan sekali lagi bahawa budaya berzikir sambil menari itu merupakan ajaran yang menyeleweng dan bertentangan dengan budaya ma­syarakat Islam di negara ini,” katanya.



Kenyataan Mufti Wilayah Persekutuan

Dalam isu seperti ini, amatlah perlu kita memahami hakikat tasawwuf sebenar dan juga tareqat supaya apa yang kita amalkan benar-benar mengikut yang diredhai Allah SWT.

Syeikh Dahlan al-Qadiri dalam kitabnya Siraj al-Talibin telah menyebut bahawa hukum belajar tasawwuf adalah wajib iaini bagi setiap mukallaf. Ini kerana sebagaimana wajib mengislahkan yang zahir, begitu juga wajib mengislahkan yang batin. Benarlah kata Imam Malik:

Siapa yang bertasawwuf tanpa faqih dia mungkin membawa kafir zindiq.

Siapa yang mempelajajari feqah tanpa tasawwuf, dia boleh membawa fasiq.

Siapa yang menghimpunkan kedua-duanya nescaya dia yang sebenarnya tahqiq.

Tatkala kita ingin mendekatkan diri kepada Allah samada melalui ilmu atau penghayatan amalan maka hendaklah ia benar-benar mengikut apa yang disyariatkan oleh Allah.

Syeikh Abdul Qadir al-Jailani pernah berkata dan mewasiatkan kepada anaknya: “Terbanglah kamu ketika kamu menuju kepada Allah dengan dua sayap iaitu Kitabullah dan Sunnah Rasul.” Hal ini amat penting kerana sehebat mana manusia sekalipun, jika rujukannya bukan lagi Kitabullah dan Sunnah Rasul maka mudahlah terbelit dengan godaan syaitan.

Justeru, amat wajar kita melakukan sesuatu benar-benar dengan kefahaman dan sebaliknya tanpa ilmu, seseorang itu mudah terpedaya dan tergelincir daripada hakikat Islam yang sebenar. Bacalah kitab-kitab tasawwuf seperti Minhaj al-Abidin oleh Imam al-Ghazali, Mukhtasar Minhaj al-Qasidin oleh Ibn Qudamah al-Maqdisi dan lain-lain ulama sufi yang muktabar.

Sekali lagi kami tegaskan hukum zikir dalam bentuk tarian tidak dibolehkan sama sekali. Walaubagaimanapun, jika bentuk goyangan sebahagian kepala atau badan dalam keadaan sedar, waras, tidak dibuat-buat, disamping menjaga adab tatasusila dan tidak berlebihan, maka adalahdiharuskan.

Kami menjawab persoalan berkaitan tasawwuf ini begitu banyak melalui buku kami, A – Z Tentang Tasawwuf dan juga kitab Ahasin al-Kalim Syarah al-Hikam. Semoga dengan sedikit pencerahan ini menjadikan kita benar-benar memahami akan hakikat Islam yang sebenar untuk kita amali yang akhirnya menuju kepada Allah SWT mengikut yang diredhai-Nya. Semoga kita semua menjadi hamba-hamba-Nya yang bernaung di bawah kehidupan Islam yang sebenar dan merasai kemanisan dalam hati ketika beramal. Amin.

Penutup

Alhamdulillah, selesailah sudah Bayan Linnas Siri ke-17 berkenaan dengan hukum zikir dalam keadaan menari. Dengan menekuni kedua-dua pendapat dan hujah, alangkah baik kita melandasi bahtera kehidupan kita terutamanya pengamalan ibadat ‘ala basirah dan mengikut hadyun nabawi kerana sudah barang tentu mendapat keselamatan di dunia dan akhirat. Pada saat yang sama juga hendaklah kita melazimi dan membanyakkan zikir sebagaimana galakan Islam itu sendiri melalui nas al-Qur’an dan hadith supaya kita berzikir dengan sebanyak-banyaknya.

Syariat Islam tidak menyebut secara jelas dan terang tentang kebolehan tarian ketika berzikir, baik dalam al-Qur’ann mahupun Hadith. Hal itu juga belum pernah dilakukan oleh mana-mana Rasul dan Nabi pun dan begitu juga mereka yang mengikut jejak langkah Rasulullah di kalangan sahabat. Atas asas inilah alangkah baiknya kita berpada dengan berzikir bersungguh-sungguh sepertimana yang dilakukan di kalangan khalayak masyarakat kita ketika ini dengan menjaga adab dan tatasusilanya.

Tarian zikir yang dilakukan oleh sebahagian manusia penuh dengan keadaan yang kurang baik. Sementelahan lagi, ia membawa kepada tasyabbuh (penyerupaan) kepada penganut agama lain atau wanita dan kanak-kanak yang kecil begitu juga mencampur adukkan antara maksiat dan ibadat. Lebih dibimbangi lagi, sudah ada unsur muzik yang dimasukkan sama yang banyak melalaikan hati ketika berzikir.

Akhir kalam, saya berdoa kepada Allah mudah-mudahan Allah menunjukkan kita kepada jalan keredhaan-Nya dan selamat daripada sebarang maksiat. Amin.